Jumat, 30 Juli 2010

WANITA TANGGUH DI BISNIS SUSU

2008-07-23 17:54:30
  NENENG SITI RAHMAH WANITA TANGGUH DI BISNIS SUSU
Neneng Siti Rahmah

Siapa wanita tangguh ini? Dialah Neneng Siti Rahmah, 38, pelaku bisnis dari Cimangkok, Sukabumi, Jawa Barat. Namanya tak asing di kalangan peternak sapi di daerahnya. Apalagi bulan kemarin (23 Juni 2008), profile usaha Neneng, ditayangkan televisi swasta SCTV dalam program Cabe Rawit (Cara Berbisnis Kreatif Wiraswastawan).

Neneng mengaku, dia meneruskan usaha peternakan sapi perah sang ayah, yang telah dirintis sejak tahun 1980-an. Selama itu pula dia banyak melihat dan membantu sang ayah dalam mengelola usaha peteranakannya.”Jadi peternakan ini adalah warisan generasi kedua.” Tapi kemudian di tahun 2000-an, Neneng yang memperoleh kepercayaan dan tanggungjawab untuk mengelola bisnis peternakan sapi itu, mulai berpikir untuk mencari jalan agar bisnis tersebut bisa tetap bertahan.

Wanita ini kemudian menemukan jalan, yaitu mengolah susu perahan 60 ekor ternak sapinya, menjadi produk yang lebih menguntungkan. Neneng lalu mengembangkan bisnis ini hingga menghasilkan susu olahan pada tahun 2003, kemudian memproduksi yoghurt pada tahun 2005.

” Kami juga menyediakan kolostrum murni, yaitu susu dari induk yang baru melahirkan. Susu ini bentuknya kental berwarna seperti kuning telur, proteinnya tinggi namun zero fat dan mengandung 90 jenis manfaat.” Harga susu murni mau pun produk olahan lainnya terbilang murah meriah antara Rp500 (es yoghurt) hingga Rp13.000/liter untuk yoghurt segar. ”Kita olah dari hasil peternakan sendiri, jadi harga jualnya pun bisa lebih bersaing.”

Perlahan tapi pasti, Neneng berjuang untuk meningkatkan omset penjualannya. Kini bisnisnya beromset sekitar Rp144 Juta/bulan untuk produk susu segar, dan Rp39 Juta/bulan untuk produk yoghurt. Dari usahanya yang diberi nama HASMILK (HAS = Halal, Aman Sehat) ini, dia setidaknya telah membantu menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 20 orang (tetap) dan 5 tenaga kerja (tidak tetap).

Dia juga melihat peluang yang lain, tidak saja dilihat dari kacamata bisnis, tapi juga sebagai peran sosialnya untuk mencerdaskan generasi muda. Neneng selanjutnya menjadikan tempat usahanya sebagai wisata edukasi, terutama bagi siswa sekolah dasar.

"Tujuannya untuk membiasakan mereka mengerti susu dan kandungan yang ada dalam susu sapi segar, serta membiasakan mereka minum susu setiap hari. Karena di usia mereka susu amat penting bagi pertumbuhan anak-anak,” ujar Neneng. (abd/dh)



Copyright © 2008 Company Name Powered by Pinbis Medan

WAP INDOSIAR

HomeBackBerita

Kisi-kisi

Usaha Peternakan Sapi Perah



Reporter: Jenny Tan, Yadi Supyandi

Juru Kamera: Damar Galih, l Agung Nugroho

Lokasi: Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat

Tayang : 7 Juli 2007 Pukul 07.00 WIB

Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha peternakan yang cukup menguntungkan. Harganya berkisar antara tiga ribu hingga tiga ribu lima ratus rupiah per liter.

Permintaan terhadap susu sapi murni lokal dari pabrik pengolahan susu kini cukup tinggi, karena pasokan susu impor dari Australia dan Eropa semakin terbatas. Hal ini menyebabkan usaha peternakan sapi perah lokal kini lebih menjanjikan keuntungan.

danlt;divdangt;Salah satu usaha peternakan sapi perah terdapat di Sukabumi, Jawa Barat. Salah seorang pengelolanya Iwan Ramkar. Dia telah menekuni usaha ini sejak sepuluh tahun lalu, dengan dibantu dua puluh orang karyawan. danlt;/divdangt;

Lokasi peternakannya jauh dari pemukiman warga, di kawasan Cimangkok, Sukaraja, Sukabumi. Kawasan Cimangkok dapat ditempuh dari Kota Sukabumi sekitar sepuluh menit perjalanan, ke arah timur menuju Cianjur. Tepatnya di daerah Sukaraja. Suasana desa dan pegunungan begitu terasa begitu memasuki daerah ini.

danlt;img src=danquot;images/kisi-kisi/a_070709_sapi03.jpgdanquot; align=danquot;rightdanquot; height=danquot;157danquot; width=danquot;169danquot;dangt;Sapi perah yang dikembangkan di peternakan ini adalah sapi keturunan lokal jenis flag Holland. Sedikitnya terdapat delapan puluh ekor sapi yang dipelihara di peternakan ini. peternakan ini menggunakan pola pakan semi organic, dengan produksi susu murni sekitar 600 liter per hari.

Peternakan sapi perah idealnya berada di dataran tinggi, dengan ketinggian 700 hingga 1200 meter diatas permukaan laut.

Merawat sapi perah harus sabar. Sapi diberi makan dua kali sehari berupa rumput daun gajah dan pipilan daun jagung. Untuk 80 ekor sapi perah, dibutuhkan sekitar 40 kilo gram pakan setiap hari. Selain itu, juga diberi tambahan vitamin, konsentrat dan ampas tahu sebanyak tujuh kilogram.

Kandang sapi setiap hari harus dibersihkan. Sapinya juga harus dimandikan. Dalam satu hari, susu sapi diperah dua kali. Yaitu sekitar jam empat subuh dan jam empat sore. Diperlukan selang waktu pemerahan selama dua belas jam, untuk menjamin kualitas susu yang dihasilkan.

danlt;img src=danquot;images/kisi-kisi/a_070709_sapi02.jpgdanquot; align=danquot;leftdanquot; height=danquot;135danquot; width=danquot;143danquot;dangt;Produk susu sapi murni yang dihasilkan peternakan sapi perah yang dikelola iwan dipasarkan ke wilayah Sukabumi, Cianjur dan Bogor. Selain itu juga dipasarkan ke sejumlah sekolah di Sukabumi Jawa Barat, melalui program gizi sekolah yang di gagas pemda setempat.

Sejumlah pengecer dan pedagang susu murni setiap sore mengambil susu di peternakan ini. Untuk memberi nilai tambah pada harga jual susu. Iwan mengolah lagi susu segar menjadi susu pasteurisasi siap minum. Pengolahannya cukup sederhana. Mula-mula susu sapi segar dipanaskan dalam suhu sekitar delapan puluh derajat Celsius.

Lalu diberi gula dan aroma rasa buah-buahan seperti rasa lemon, strawbery dan vanilla. Setelah tercampur sempurna, susu dikemas dalam plastic. Kemudian didinginkan di dalam air di wadah steril Susu kemasan siap dijual dan disimpan di lemari pendingin. (Helmi Azahari/Sup)



(Last updated: Oct 04, 2007 12:56 WIB)



Menu Utama

MAJALAH PIP

   
http://www.majalah-pip.com/majalah2008/readstory.php?cR=1274492297&pID=29&stID=1332Mimpi Besar itu Nyaris Kandas
Dengan mendirikan pabrik pengolahan susu, GKSI sebetulnya selangkah lebih maju dalam mewujudkan mimpi gerakan koperasi susu di tanah air. Sayang, pabrik itu gagal dikelola dengan baik.
Menyandarkan pasar susu peternak hanya pada Industri Pe­ngolahan Susu (IPS), terbukti tidak menguntungkan. Jumlah IPS besar yang hanya sekitar 13 unit, cen­derung membentuk pasar secara tidak sempurna, bersifat oligopolistik. Posisi tawar peternak, selalu rendah, meskipun mereka sudah tergabung dengan koperasi.

Karena itu, wajar jika kalangan gerakan koperasi susu, berminpi untuk punya pabrik pengolahan sendi­ri. “Kalau koperasi punya pabrik sendiri, keuntungan anggota pun pasti terdongkrak. Belum lagi nilai tambah yang bisa diperoleh,” ujar Iwan Ramkar, Ketua Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) Gedung Gede, Sukabumi.

Sebagai sekunder koperasi susu tingkat nasional, Gabungan Ko­perasi Susu Indonesia (GKSI), sebetul­nya sudah mengayunkan langkah konkret, dengan mendirikan PT Industri Susu Alam Murni (PT Isam).

Namun sekarang, kondisi pabrik kebanggaan gerakan koperasi susu di tanah air ini, sedang menggelepar. Sudah sejak enam bulan silam, pabrik ini tidak lagi berproduksi dan para karyawannya di-PHK. Apabila tidak ada upaya untuk mengatasi permasalahan yang kini dihadapi oleh PT Isam, dipastikan pabrik susu murni milik bersama Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Pusat dan GKSI Jawa Barat ini akan kolaps.

Dari investigasi yang dilakukan oleh PIP, diduga ambruknya perusahaan ini akibat salah urus. Manajemen (direksi) yang ditugasi untuk mengelola usaha, tidak mampu berbuat apa-apa, sehinggga perusahaan merugi terus. Buntutnya, pabrik yang berlokasi di Ujungberung-Ban­dung Timur ini terancam disita, akibat utang yang semakin menumpuk, antara lain berupa kredit dari Bank BRI.

Jumlah kredit yang digelontorkan Bank BRI kepada PT Isam, sebesar Rp 12,5 miliar, macet total. Bank pelat merah ini sudah mengirim ulti­matum, untuk menyita PT Isam, apabila tidak melunasi utangnya yang sudah jatuh tempo. Seperti diakui oleh Dedi Setiadi, Ketua Umum GKSI Pusat, bahwa persoalan yang kini dihadapi PT Isam, memang sa­ngat berat. Ia bersama pengurus lain kini sedang mendekati Bank BRI untuk mencari solusi. “Dalam waktu dekat, kami akan bertemu dengan pihak BRI,” ujar Dedi kepada PIP.

PT Isam juga dikabarkan tersangkut dengan dana bergulir dari Kementerian Koperasi UKM sebesar Rp 17,4 miliar. Dana ini sebenarnya adalah dana atas nama empat ko­perasi susu di Jawa Barat. Namun atas kesepekatan bersama dipakai untuk menambah permodalan PT Isam. Hal ini bisa terjadi karena pengajuan dana dilakukan lewat GKSI.

“Sungguh, dana yang cair pada tahun 2003 itu, hanya sebentar saja mampir di rekening KUD Gemah Ripah. Selanjutnya ditrasfer ke PT Isam, atas nama GKSI,” tutur Djodjo Suhardja, Ketua KUD Gemah Ripah Kuningan. Ia mengaku KUD nya mendapat dana bergulir sebesar Rp 3,8 miliar. Hal yang sama juga dilakukan oleh KUD Sinar Jaya (Rp 4,9 miliar), KUD Tani Mukti Ciwidey (Rp 4,9 miliar), dan Karya Nugraha (Rp 3,8 miliar).

Ketika dana ini ditanyakan kepada Dedi Setiadi, ia mengaku belum paham betul. Alasannya, ia baru saja terpilih sebagai Ketua Umum GKSI pusat. Jadi belum sepenuhnya persis tahu apa yang terjadi di PT Isam. Kalaupun misalnya itu benar, akan ditanyakan dulu kepada direksi lama, yang sebagian sudah diberhentikan.

Dedi berpendapat, bahwa pengelolaan PT Isam selama ini terkesan tidak efisien. Manajemen dengan sejumlah karyawan berada di Jakarta, sedang pabrik ada di Bandung. Ini menimbulkan biaya yang besar. Padahal usaha yang dikerjakan hanya berupa makloon, atau order pekerjaan milik orang lain, yaitu PT Danone Dairy Indonesia. Kalaupun ada susu UHT, atau susu kemas yang diproduksi sendiri oleh PT Isam, jumlahnya tidak seberapa.

Menurut Dedi, meskipun GKSI Jawa Barat punya saham di PT Isam, soal manajemen tidak ikut campur. Itu sepenuhnya berada ditangan direksi. Jadi merekalah yang harus bertanggung jawab atas ambruknya PT Isam.

PT Isam sebenarnya me­­­rupakan pengembang­an dari unit usaha Milk Treatment (MT) di Ujung­­berung-Bandung, yang sebelumnya dimili­ki oleh GKSI Pusat. Tapi, seiring dengan pemekaran organi­sasi di tubuh GKSI, yang kemudian melahirkan GKSI Jawa Barat, MT, atau sarana pendingin susu ini menjadi milik bersama GKSI Pusat dan GKSI Jawa Barat.

Selanjutnya untuk lebih me­mungsikan keberadaan MT, dari hanya sekadar menampung susu segar dari peternak dan kemudian ditingkatkan menjadi industri pe­ngolahan susu, dibentuklah perusahaan. Itulah PT Isam.

Kasus PT Isam bukan saja meng­indikasikan kandasnya mimpi kalangan gerakan koperasi susu Indonesia, tetapi juga menyalakan sinyal penting tentang masih banyaknya persolan yang harus dibenahi, jika koperasi mau bicara banyak di industri susu nasional.

          





HASMILK ON SCTV

http://berita.liputan6.com/ekbis/200707/144073/class=%27vidico%27

Pemerintah Kurang Memperhatikan Peternak Sapi Lokal  

05/07/2007 06:29
Liputan6.com, Lembang: Kenaikan harga bahan baku susu impor hingga 100 persen membuat produsen susu mulai melirik peternak sapi perah lokal. Sebelumnya, keberadaan para peternak ini tak pernah dilirik pemerintah. Menurut Ketua Koperasi Peternak Sapi Perah Gunung Gede, Jawa Barat, Iwan Ramkar dalam perbincangannya dengan repoter SCTV, Bayu Sutiyono, di Liputan 6 Pagi, Kamis (5/7), akibat kebijakan itu kontribusi peternak sapi perah lokal sebagai pemasok susu nasional masih kecil.
Kondisi itu, menurut Iwan, sudah berlangsung lama. Ini lantaran keberpihakan pemerintah pada pabrik susu besar. Padahal, peternak sapi perah juga bisa memasok bahan dengan harga lebih murah ketimbang mengimpor bahan baku susu yang harganya lebih mahal.
Hal ini pula yang dirasakan Sumarna, peternak sapi perah di Lembang, Bandung, Jawa Barat. Daerah ini merupakan salah satu sentra susu di Indonesia. Peternak ini harus puas produk susu dari tiga sapi miliknya dihargai Rp 2.000 per liter oleh koperasi. Apabila kualitas susunya bagus koperasi menambah bonus sebesar Rp 700 per liter.
Namun, kenyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan pihak Departemen Pertanian. Menurut Deptan keterbatasan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan susu dikarenakan ketersediaan pakan dan peremajaan sapi yang membutuhkan sedikitnya 5.000 ekor tiap tahun.
Dirjen Peternakan Deptan Mathur Riady mengatakan, selama ini produksi susu lokal hanya bisa memenuhi 30 persen kebutuhan susu dalam negeri. Sedangkan 70 persen sisanya masih harus diimpor. Bahkan, hingga 2010 hanya bisa memenuhi 40 persen kebutuhan nasional. Karena itu untuk mengatasi masalah tersebut pihaknya akan menggenjot produksi susu segar nasional [baca: Pemerintah Diminta Menangani Kenaikan Harga Susu].(YNI/Tim LIputan 6 SCTV)

HASMILK ON RADAR SUKABUMI

http://www.radarsukabumi.com/index.php?mib=berita.detail&id=59211
Sabtu, 31 Juli 2010 , 02:53:00
 
PRODUKSI SUSU : Pengolahan air susu sapi perah di kawasan ternak, Cimangkok Kecamatan Sukalarang, Kabupaten Sukabumi. irwanradarsukabumi
SUKALARANG- Harga lahan tanah di Kecamatan Sukalarang khususnya di Kampung Cimangkok Kecamatan Sukalarang, yang semakin melangit membawa dampak tersendiri. Itu ketika sejumlah peternak sapi perah mengalami krisis lahan untuk pengembangan lahan ternak dan lahan pakan bagi hewan peliharaannya. Seperti yang dialami Iwan Ramkar, seorang peternak sapi perah asal Kampung Cimangkok Desa Cimangkok Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi. Ia mengaku, kekurangan lahan ternak untuk rencana perluasan ternak dan lahan pakan bagi sapi perah miliknya. "Rencananya saya akan memperluas peternakan sapi perah. Tapi harga beli tanah milik warga kini semakin tinggi. Bayangkan saja, harga semeternya dipatok Rp 200 ribu lebih," ujar Iwan Ramkar kepada Radar kemarin. Iwan mengatakan, 200 ekor sapi perah miliknya dalam sehari membutuhkan tujuh ton pakan rumput yang satu ekornya memerlukan 40 kg. Lalu sapi-sapi perah itu, masih ditampung di kandang yang dianggap memerlukan perluasan. "Ya mau bagaimana lagi, sapi-sapi yang ada tetap dikandangkan di tempat semula. Sedangkan untuk pakannya, saya peroleh dari warga sekitar yang mengantarkan langsung kepada kami,"jelas Iwan yang juga memproduksi minuman Susu sapi kemasan ini. Iwan menduga, melangitnya harga tanah, itu karena maraknya rencana pembangunan pabrik-pabrik di sekitar daerah Sukalarang. "Warga di sini mungkin tergoda dengan adanya rencana pembangunan pabrik-pabrik. Jelas bagi saya pribadi kondisi ini cukup dilematis, sebab saya tidak mempunyai modal kuat untuk membeli tanah yang ditawarkan warga pemilik tanah,"pungkasnya.(wan)